Islams ebagai agama, dalam berbagai hal, memiliki
ajaran-ajaran yang fleksibel, terutama menyangkut masalah sosial dan budaya. Al-Quran
dan hadist-hadist Nabi cukup banyak memuat pernyataan (firman Tuhan dan ucapan
Nabi Muhammad) yang mengajak umatnya untuk berpikir. Maka dan itu, dalam ajaran
Islam dikenal dengan metode iijtihad, yaitu langkah dalam menafsirkan
dalil-dalil yang terdapat dalam al-Quran dan hadis yang kedudukan hukumnya
belum jelas, secara musyawarah. Dengan demikian, setiap
ulama memungkinkan untuk mengambil tafsiran yang berbeda-beda. Apalagi sejarah perkembangan Islam membuktikan adanya empat mahzab yang berbeda, Maliki, Hanafi, Hambali, Syafei. Masing-masing mahzab memiliki tolak ukur yang berbeda dalam menafsirkan ayat-ayat suci. Dan setelah Islam bersentuhan dengan budaya yang non-Arab, maka ajaran-ajarannya sedikit banyaknya mengalami pergeseran, bahkan ada yang melenceng jauh dan akidah dan syariah Islam yang memang bersifat absolute dan mutlak. Masyarakat Indonesia sendiri mayoritas menganut mahzab Syafei.
ulama memungkinkan untuk mengambil tafsiran yang berbeda-beda. Apalagi sejarah perkembangan Islam membuktikan adanya empat mahzab yang berbeda, Maliki, Hanafi, Hambali, Syafei. Masing-masing mahzab memiliki tolak ukur yang berbeda dalam menafsirkan ayat-ayat suci. Dan setelah Islam bersentuhan dengan budaya yang non-Arab, maka ajaran-ajarannya sedikit banyaknya mengalami pergeseran, bahkan ada yang melenceng jauh dan akidah dan syariah Islam yang memang bersifat absolute dan mutlak. Masyarakat Indonesia sendiri mayoritas menganut mahzab Syafei.
Aspek peribadatan
adalah aspek yang paling kentara pengaruh dalam masyarakat Indonesia. Para
sejarawan sebagian berpendapat bahwa pengaruh Islam ke Indonesia pertama kali
dibawa oleh perantara kaum tasawuf sehingga amalan yang banyak dipraktikkan
umat Islam, khususnya di Jawa, adalah ajaran yang cenderung bersifat esoteris,
artinya kebanyakan umat Islam untuk pertama kali lebih banyak menghayati Islam
dan aspek kebatinannya saja. Hal mi sangat sesuai dengan cakrawala religious yang
dimiliki oleh orang Jawa yang sebelumnya telah terpengaruh secara kuat oleh
kebudayaan Hindu-Buddha. Kitab-kitab yang menggambarkan proses masuknya Islam,
seperti hikayat, babad, serat, banyak yang diselubungi oleh cerita-cerita magis
dan tidak rasional. Namun dalam perkembangan selanjutnya, aspek-aspek eksoteris
(yang boleh diketahui siapa saja) banyak dilaksanakan oleh kaum muslim seiring
dengan dakwah yang bersifat syariah oriented, berkembang dengan pesat. Pada
tahap mi salat, zakat, shaum dan haji mulai diperkenalkan. Islam dengan segala
ritual peribatannya mulai tumbuh dan berkembang. Walau demikian, proses
akulturasi antara kedua kepercayaan tidak bisa dihindari lagi. Ajaran Islam dan
ajaran Hindu-Buddha menyatu dan akhirnya membentuk paham dan “aliran” baru.
Oleh orang Jawa, aliran ini disebut kejawen. Bila memperhatikan stratafikasi
sosial yang telah diungkapkan oleh Clifford Geertz dalam bukunya Religion of Java,
masyarakat Jawa bisa dikategonikan dalam 3 strata sosial. Pertama adalah
golongan Islam-priyayi yang mewakili golongan bangsawan dan keturunan kerajaan.
Kedua adalah abangan, yaitu golongan yang tidak terlalu mementingkan
aspek-aspek keagamaan. Mereka masih terpengaruh dengan alam berpikir praIslam.
Ketiga adalah santri , golongan yang disiplin melaksanakan ajaran-ajaran Islam
dengan baik. Akulturasi dan asimilasi kebudayaan agama Hindu-Buddha dengan
Islam paling banyak dilakukan oleh kaum abangan.
Golongan mi kebanyakan
melaksanakan ajaran yang sinkretis. Mereka mempraktikkan tradisi-tradisi Hindu
seperti mempersembahkan sesaji untuk nenek moyang, memakai kemenyan setiap
waktu tertentu, dan praktik ritual lainnya Sementara santri hampir secara
keseluruhan menolak aspek-aspek yang terdapat dan tradisi Hindu, apalagi
menyangkut permasalahan kepercayaan dan ritual peribadatan. Ritual peribadatan
dalam Islam yang sampai han mi berpengaruh misalnya: perayaan tabut di Sumatera
Barat, han raya Assyura sebagai han raya kaum Syiah atas kematian Husein bin Abi
Thalib di Karbala oleh orang-orang Khawarij. Di Yogyakarta ada upacara sekaten
dan grebeg Maulud yang dihitung pada tahun baru Hijriyah. Di daerah Sunda dan
daerah lain ada upacara ekahan atau “aqiqah”, yakni acara pemotongan rambut
pada bayi yang baru berusia 7 han yang memang merupakan sunat Nabi Muhammad. Perayaan-perayaan
keagamaan lainnya yang dilaksanakan umat Islam di Indonesia adalah shalat Idul
Fitri, Idul Adha, hara Isra Mi’raj, puasa pada bulan Ramadhan, dan lain-lain.
Para ulama, termasuk
wall, berperan besar terhadap penyebaran Islam. Mereka pada mulanya mendirikan
pesantren-pesantren di sekitar kota pelabuhan (sebagai tempat transit
kapal-kapal dagang) guna menyebarkan dakwah Islamnya. Istilah “pesantren”
berasal dan ucapan “pesantrian”, yakni tempat para santri menimba ilmu agama.
Di sinilah calon-calon santri—yang tadinya nonmuslim dididik oleh guru-guru
mereka untuk membaca Al-Quran, baca tulis huruf Arab, dan segenap aspek Islam
lainnya. Materi-materi yang diajarkannya sebagai besar meliputi hukum (syariat)
Islam Para Wali di Jawa, contohnya, sebelum berkumpul di Masjid Demak, terlebih
dahulu membuka pondok-pondok pesantren di daerah lain. Sunan Ampel menjadi guru
spiritual di Ngampel Denta di Giri; Sunan Gresik memiliki pondok pesantren di
Gresik; Sunan Kalijaga mengasuh pesantren di Kadilangu, dekat Demak. Sistem
pendidikan Islam tradisonal ini—dalam arti belum tersentuh sistem pendidikan ala
Barat—berlangsung hingga abad ke-18. Setelah pendidikan formal Barat
diperkenalkan, materi- materi yang diajarkan dipesantren bertambah. Malah
banyak di antaranya pesantren tersebut yang menjadi pelopor perlawat terhadap
pemerintah kolonial Belanda. Atas nama Tuhan dat semangat jihad melawan kaum
penjajah yang kebetulan berbeda keyakinan, pondok-pondok pesantren merupakan
pusal perlawanan. Meskipun semangat juang mereka belum didasar’ semangat
nasionalisme dan hanya bersifat kedaerahan, kaum santri yang didukung oleh
rakyat setempat dan segelintir kauii bangsawan begitu gigih dan berani mati.
Contoh-contoh perlawanan yang bersifat sosial dan lokal, di antaranya perlawanan
rakyat Cilegon, Banten, yang dipimpin oleh Tugabw Ismail pada tahun 1818
Untuk mengetahui lebih lanjut mari kita melihat 3 point seperti yang ada dibawah ini :
Untuk mengetahui lebih lanjut mari kita melihat 3 point seperti yang ada dibawah ini :
A. (CLIK) => SEJARAH PERKEMBANGAN PENGARUH AGAMA DAN KEBuDAYAAN ISLAM DI INDONESIA. lihat selengkapnya........
B. (CLIK) => PROSES PERSEBARAN ISLAM SERTA PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA DALAm BIDANG AGAMA DAN PENDIDIKAN.. lihat selengkapnya........
No comments:
Post a Comment