Daftar isi

Tuesday, 5 August 2014

PROSES MASUK DAN MENYEBARNYA AGAMA HINDU-BUDDHA DI INDONESIA

A. PROSES MASUK DAN MENYEBARNYA AGAMA HINDU-BUDDHA DI INDONESIA  


                 Pengaruh Hindu dan Buddha datang ke Indonesia hampir berbar engan. Secara garis besar kita dapat melihat pengaruh tersebut dan berdirinya beberapa kerajaan besar yang pernah berdiri di Indonesia, dan mulai Kutai yang menguasai sebagian Kalimantan sampai Majapahit yang mampu menguasai hampir seluruh wilayah Indonesia dan luar negeri. Kerajaan-kerajaan tersebut telah begitu lama menancapkan taring-taring kekuasaannya di Indonesia sampai berabad-abad sehingga keberadaan dan pengaruh agama tersebut kuat dalam kehidupan Indonesia.
 Pengaruh agama Hindu-Buddha masih terlihat sampai han mi dalam kehidupan sebagian umat Islam di Indonesia dan mulai bahasa, peribadatan,pakaian, kesenian. Sebelum bersinggungan dengan Hindu-Buddha, masyarakat Indonesia menganut kepercayaan tradisional berupa penghormatan terhadap roh leluhur dan kekuatan alam semesta dan benda benda tertentu (animisme dan dinamisme). Pengaruh Hindu- Buddha membuat kepercayaan animisme-dinamisme beralih kepada dewa-dewi pengatur alam. Masyarakat Indonesia mulai menyembah dewa-dewi yang sama dengan yang di India. Awalnya, agama Buddha lebih dulu berkembang di Indonesia. Di Indonesia (juga Thailand, Kamboja, Vietnam, Myanmar, Laos) aliran Hinayanalah yang berkembang, sedangkan aliran Mahayana lebih berkembang di Cina, Korea, Taiwan, dan Jepang. Perkembangan Buddha awal di Indonesia dibuktikan oleh temuan patung Buddha dan abad ke-2 M di Sikendeng, Sulawesi Selatan. Contoh lainnya adalah Kerajaan Sriwijaya yang telah ada pada abad ke-6 M di Sumatera. Perkembangan Buddha yang pesat di Asia Tenggara pada awal abad masehi disebabkan oleh faktor-faktor politis. Ketika itu agama Buddha sedang mencapai masa keemasann ya di Asia, terutama di India dan Cina. Banyakkerajaaan yangmenjadikan Buddha sebagai agama resmi negara, selain Hindu.Namun kemudian, agama Buddha kehilangan kejayaaan dikarenakan sejumlah kerajaan Buddhis mengalami keruntuhannya. Sebaliknya, Hindulah yang kemudian menjadi agama resmi kerajaan-kerajaan yang bersangkutan.
                  Di Indonesia, kerajaan bercorak Hindu lebih berkembang daripada yang Buddha. Pada perkembangannya, bahkan muncul agama “barn” atau agama sinkretis, yakni perpaduan dan Hindu
Siwa dengan Buddha. Agama Siwa-Buddha mulai berkembang pesat pada masa Singasari di Jawa Timur, masa orang-orang Jawa telah menciptakan karya seni dan arsitektur di mana unsur Jawa lebih ditonjolkan daripada unsur India. Disebutkan dalam kitab kitab dan pada bangunan candi-candj bahwa raja-raja Singásari seperti Kertanegara dan Wisnuwardhana adalah penganut agama baru i.

                 Adapun proses dan waktu kapan masuknya agama Hindu dan Buddha ke Indonesia sampai sekarang masih menjadi perdebatan di antara para sejarawan. Setidaknya terdapat empat pendapat,
yang masing-masing pendapat sesungguhnya saling menguatkan. Adapun pendapat-penciapat tentang masuknya Hindu-Buddha ke Indonesia adalah sebagai berikut:
              (1) Teori Brahmana, 

             mengatakan bahwa yang membawa agama Hindu ke Indonesia adalah orang-orang Hindu berkasta
brahmana. Para brahmana yang datang ke Indonesia merupakan tamu undangan dan raja-raja penganut agama tradis onal di Indonesia. Ketika tiba di Indonesia, para brahmana ini akhirnya ikut menyebarkan agama Hindu di Indonesia. Ilmuan yang mengusung teori mi adalah Van Leur.
             (2) Teori Waisya,

               mengatakan bahwa yang telah berhasil mendaki Indonesia adalah kasta waisya, terutama para pedagang. Para pedagang banyak memiliki relasi yang kuat dengan para raja yang terdapat di kerajaan Nusantara. Agar bisnis mereka di Indonesia lancar, mereka sebagai pedang ang asing tentunya hams membuat para penguasa pribumi senang, dengan cara dihadiahi barang-barang dagangan. Dengan demikian, para pedagang asing ini mendapat perlindungan dan raja setempat. Di tengah-tengah kegiatan perdagangan itulah, para pedagang tersebut menyebarkan budaya dan agama Hindu ke tengah-tengah masyarakat Indonesia.
Ilmuwan yang mencetuskan teori mi adalah N.J. Krom.
           (3) Teori Ksatria,
                   mengatakan bahwa proses kedatangan agama Hindu ke Indonesia dilangsungkan oleh para ksatria, yakni golongan bangsawan dan prajurit perang. Menurut teori imi, kedatangan para ksatria ke Indonesia disebabkan oleh persoalan politik yang terus berlangsung di India sehingga mengakibatkan beberapa pihak yang kalah dalam peperangan tersebut terdesak, dan para ksatria yang kalah akhirnya mencari tempat lain sebagai pelarian, salah satunya ke wilayah ndonesia. Ilmuan yang mengusung teori mi adalah C.C. Berg dan Mookerji.


(4) Teori Arus Balik, mengatakan bahwa yang telah berperan dalam menyebarkan Hindu di Indonesia adalah orang Indonesia sendiri. Mereka adalah orang yang pernah berkunjung ke India untuk mempelajari agama Hindu dan Buddha. Di pengembaraan mereka mendirikan sebuah organisasi yang sering disebut sanggha. Setelah kembali di Indonesia, akhirnya mereka meñyebarkan kembali ajaran yang telah mereka dapatkan di India. Pendapat mi dikemukakan oleh F.D.K. Bosch. Kedatangan brahmana—dari India maupun lokal—dipergunakan pula oleh sebagian golongan pedagang pribumi atau kepala suku yang ingin kedudukan dan tingkat sosialnya meningkat. Melalui persetujuan kaum brahmana, mereka dinobatkan menjadi penguasa secara politis (raja). Para penguasa baru mi lalu belajar konsep dewa-raja (devaraja) agar kekuasaannya semakin kuat. Dengan demikian, baik secara ekonomi, sosial, dan politik, golongan pedagang atau pemimpin suku tersebut menjadi lebih terhormat karena kekuasaannya pun bertambah luas. Setelah menjadi raja, mereka mempersenjatai dirinya dengan pengikutp engikutnya yang setia untuk dijadikan tentara agar keamanannya terjamin. Dalam memperluas wilayah pun, mereka lebih leluasa dan percaya din. Setelah sebuah kerajaan didirikan, sistem feodal pun berlaku. Feodalisme adalah “sistem sosial atau politik yang memberikan kekuasaan yang besar kepada golongan bangsawan” (KBBI, 2002).
Dengan demikian, raja adalah yang menentukan ke arah mana kerajaan akan bergulir. Praktik feodalisme mi cukup berkembang pada masa kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha, terutama di Jawa. Pengkastaan dalam masyarakat membuat hubungan feodalistik semakin menguat. Feodalisme menjamin stabilitas politik yang dibutuhkan seorang raja untuk keberlangsungan kerajaannya. Sistem kasta ml membagi masyarakat dalam beberapa tingkatan sosial, yakni:

 (1) Brahmana yang berperan sebagai penasehat raja dan pendidik agama.

(2) Ksatria yang terdiri atas penyelenggara dan penata pemerint
ahan serta pembela kerajaan (raja, pembantu raja, tentara).

(3) Waisya yang berperan sebagai pedagang, pengrajin, petani,nelayan, dan pelaku seni.

(4) Sudra yang terdiri atas pekerja rendah, buruh, budak, pembantu. Sementara itu, dalam kerajaan Buddhis pengkastaan tak terlalu berperan karena ajaran Buddha tidak mengenal pengkastaan. Dalam hal in masyarakat Buddhis lebih demokratis
dan egalitis. Maka dan itu, sistem feodal lebih berkembang dikerajaan-kerajaan bercorak Hindu. Dalam menentukan kebijakan, raja dibantu oleh kaumpandita (pendeta) dan brahmana sebagai penasehat spiritual dan duniawi. Merekalah kelompok yang mengetahui isi kitab suci yang ditulisdalam Sansekerta. Akibatnya, masyarakat awam tak mungkin mengetahui isi kitab suci tanpa perantara brahmana. Mereka memiliki hak mutlak dalam mengatur sebuah upacara agama, seperti peringatan han-han suci, pengangkatan raja, peresmian piagam atau prasasti, atau pernikahan golongan bangsawan. Mereka pula yang menintis pembangunan sekolah-sekolah dan asrama-asrama dalam masyarakat Buddha. Kedudukan mereka dapat disamakan dengan kalangan ulama dan cendikiawan zaman sekarang.

No comments:

Post a Comment

Labels