Daftar isi

Tuesday, 5 August 2014

PENGARUH HINDU-BUDDHA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT INDONESIA



C. PENGARUH HINDU-BUDDHA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT INDONESIA

Kebudayaan merupakan wujud dan peradaban manusia, sebagai hasil akal-budi manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik primer, sekunder, atau tersier. Wujud kebudayaan mi cukup beragam, mencakup wilavah bahasa, adat-istiadat, seni (rupa, sastra, arsitektur), ilmu pengetahuan, dan teknologi. Dan setiap kebudayaan yang lebih maju pasti mendominasi kebudayaan yang berada di bawahnya. Begitu pula kebudayaan India yang dengan mudah diterima masvarakat Indonesia.
Pengaruh Hindu-budha dalam kehidupan masyarakat indonesia  terhadap kehidupan masyarakat Indonesia dalam bidang kebudayaan, berbarengan dengandatangnya pengaruh dalam bidang agama itu sendiri. Pengaruh tersebut dapat berwujud fisik dan nonfisik. Hasil kebudayaan pada masa Hindu-Buddha di Indonesia yang berwujud fisik diantarana: arca atau patung, candi (kuil), makara, istana, kitab, stupa, tugu yupa, prasasti, lempengan tembaga, senjata perang,dan lain-lain. Sedangkan peninggalan kebudayaan yang bersifat nonfisik di antaranya: bahasa, upacara keagamaan, seni tan, dan karya sastra. Wilayah India yang cukup banyak memberikan pengaruhnya terhadap Indonesia adalah India Selatan, kawasan yang didiami bangsa Dravida. mi terbukti dan penemuan candi-candi di Ind ia yang hampir menyerupai candi-candi yang ada di Indonesia. Begitu pula jenis aksara yang banyak ditemui pada prasasti di Indonesia, adalah jenis hurufPallawa yang digunakan oleh orang orang India selatan.Meskipun budaya India berpengaruh besar, akan tetapi masya rakat Indonesia tidak serta-merta meniru begitu saja kebudayaan tersebut. Dengan kearifan lokal masyarakat Indonesia, budaya dan India diterima melalui proses penyaringan (filtrasi) yang natural. Bila dirasakan cocok maka elemen budaya tersebut akan diambil
Pengaruh Hindu-budha dalam kehidupan masyarakat indonesia dan dipadukan dengan budaya setempat, dan bila tak cocok maka budaya itu dilepaskan. Proses akulturasi budaya mi dapat dilihat pada model arsitektur, misalnya, punden berundak (budaya asliIndonesia) pada Candi Sukuh di Jawa Tengah; atau pada dinding dinding Candi Prambanan yang memuat relief tentang kisahpewayangan yang memuat tokoh Punakawan; yang dalam relief manapun di India takkan ditemui

          1. Praktjk Peribadatan

                Pengaruh Hindu-Buddha terhadap aktifitas keagarnaan di Indonesia tercermjn hingga kini. Kalian dapat merasakannya kini di Bali, pulau yang mayoritas penduduknya penganut Hindu. Kehidupan sosial, seni, dan budaya mereka cukup kental dipengaruhi tradisi Hindu. Jenazah seseorang yang telah meninggal biasanya dibakar, lalu abunya ditaburkan ke laut agar “bersatu kembali déngan alam. Upacara yang disebut ngaben mi memang tidak diterapkan kepada semua umat Bali-Hindu, hanya orang yang mampu secara ekonomi yang melakukan ritual pembakaran mayat (biasa golongan brahmana, bangsawan, dan pedagang kaya). Selain Bali, masyarakat di kaki Bukit Tengger di Malang, Jawa Timur, pun masih menjalani keyakinan Hindu.
               Pengaruh Hindu-budha dalam kehidupan masyarakat indonesia  Meski sebagian besar masyarakat Indonesia kini bukan penganut Hindu dan Buddha, namun dalam menjalankan praktik keagamaannya masih terdapat unsur-unsur Hindu-Buddha. Bahkan ketika agama Islam dan Kristen makin menguat, pengaruh tersebut tak hilang malah terjaga dan lestari. Beberapa wilayah
yang sebelum kedatangan Islam dikuasi oleh Hindu secara kuat, biasanya tidak mampu dihilangkan begitu saja aspek-aspek dan agama sebelumnya tersebut, melainkan malah agama barulah (Islam dan Kristen) mengadopsi beberapa unsur kepercayaan sebelumnya. Gejala mi terlihat dan munculnya beberapa ritual
yang merupakan perpaduan antara Hindu-Buddha, Islam, bahkan animismedinamisme’Cofltohnya. ritual GerebegMaulud yang Set iap tahun diadakan di Yogyakarta, kepercayaan terhadap kuburan yang mampu memberjkan rejeki dan pertolongan, kepercayaan terhadap roh-roh, kekuatan alam dan benda keramat seperti keris, patung, cincin, atau gunung. Ketika Islam masuk ke Indonesia, kebudayaan Hindu-
Buddha telah cukup kuat dan mustahjl dapat dihilangkan. Yang terjadi kemudian adalah akulturasi antara kedua agama tersebut. Kita bisa melihatnya pada acara kelahiran bayi, tahlilan bagi orang meninggal, dan nadran (ziarah). Acara-acara berperiode seperti tujuh han, empat puluh han, seratus han, tujuh bulanan
merupakan praktik kepercayaan yang tak terdapat dalam ajaran Islam atau Kristen.

              Perbedaan antara unsur-unsur agama yang berbeda dan bahkan cenderung bertolak belakang itu, bukanlah halangan bagi masyarakat Indonesia untuk menerima dan menyerap ajaran agama baru. Melalui keanifan lokal (local genius) masyarakat Indonesia, agama yang asalnya dan luar (Hindu, Buddha, Islam, Kristen) pada akhirnya diterima sebagai sesuatu yang tidak “asing” lagi. Bila unsur agama tersebut dirasakan cocok dan tak menimbulkan pertentangan dalam masyarakat, maka ia akan disaring terlebih dahulu lalu diambil untuk kemudian dipadukan dengan budaya yang lama; dan bila tak cocok maka unsur tersebut akan dibuang. Dengan demikian, yang lahir adalah agama sinkretisme, yaitu perpaduan antardua unsur agama dan kebudayaan yang berbeda sehingga menghasilkan praktik agama dan kebudayaan baru tanpa
mempertentangkan perbedaan tersebut, malah mempertemukan persamaan antar keduanya. Jelaslah, dan dulu bangsa Indonesia telah mengenal keragaman agama dan budaya (pluralisme) tanpa hams bertengkar.

           2. Sistem Pendidikan

          Sriwijaya merupakan kerajaan pertama di Indonesia yang telah menaruh perhatian terhadap dunia pendidikan, khususnya pendidikan Buddha. Aktifitas pendidikan mi diadakan melalui kerjasama dengan kerajaan-kerajaan di India. Hubungan bilateral dalam bidang pendidikan mi dibuktikan melalui Prasasti Nalanda dan catatan I-Tsing.

          Berdasarkan keterangan Prasasti Nalanda yang berada diNalanda, India Selatan, terdapat banyak pelajar dan Sriwijaya yang memperdalam ilmu pengetahuan. Catatan I-Tsing menyebutkan, Sriwijaya merupakan pusat agama Buddha yang cocok sebagai tempat para calon rahib untuk menyiapkan din belajar Buddha dan tata bahasa Sansekerta sebelum berangkat ke India. Di Sriwijaya, menurut I-Tsing, terdapat guru Buddha yang terkenal,yaitu Sakyakerti yang menulis buku undang-undang berjudulHastadandasastra. Buku tersebut oleh I-Tsing dialihbahasakan kedalam bahasa Cina.Selain Sakyakerti, terdapat pula rahib Buddha ternama diSniwijaya, yaitu Wajraboddhi yang berasal dan India Selatan, dan Dharmakerti. Menurut seorang penjelajah Buddha dan Tibet bernama Atica, Dharmakerti memiliki tiga orang murid yang
terpandang, yaitu Canti, Sri Janamitra, dan Ratnakirti. Atica sempat beberapa lama tinggal di Sriwijaya karena ingin menuntut ilmu Buddha. Ketika itu, agarna Buddha kiasik hampir lenyap disebabkan aliran Tantra dan agama Islam mulai berkembang di India, sehingga ia memilih pergi ke Sriwijaya untuk belajar agama. Pada masa berikutnya, hampir di setiap kerajaan terdapat asnama-asrama (mandala) sebagai tempat untuk belajar ilmu keagamaan. Asrama mi biasanya tenletak di sekitar komplek candi. Selain belajar ilmu agama, pana calon rahib dan biksu belajar pula

filsafat, ketatanegaraan, dan kebatinan. Bahkan istilah guru yangdigunakan oleh masyarakat Indonesia sekarang berasal dan bahasa Sansekerta, yang artinya “kaum cendikja”.


             3. Bahasa dan Sistem Aksara

                    Bahasa merupakan unsur budaya yang pertama kali diperkenalkan bangsa India kepada masyarakat Indonesia. Bahasalah yang digunakan untuk menjalin komunikasj dalam proses perdagangan antarkedua pihak, tentunya masih dalam taraflisan. Bahasa yang dipraktikkan pun adalah bahwa Pali, bukan Sansekerta karena kaum pedagang mustahil menggunakan bahasa kitab tersebut. Bahasa Pali atau Pallawa merupakan aksara mrunan dan aksara Brahmi yang dipakai di India selatan dan mengalami kejayaan pada masa Dinasti Pallawa (sekitar Madras, Teluk Benggali) abadke-4 dan 5 Masehi. Aksara Brahmi juga menurunkan aksara-aksara lain di wilayah India, yaitu Gupta, Siddhamatrka, Pranagari, dan Dewanagari. Aksara Pallawa sendiri kemudian menyebar ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia, dan tertulis pada prasasti-prasastj
berbahasa Melayu Kuno zaman Sriwijaya. Istilahpallawa pertama kali dipakai oleh arkeolog Belanda, N.J. Krom; sarjana lain men yebutnya aksara grant/ia. Praktjk bahasa Sansekerta pertama kali di Indonesia bisa dil acak pada yupa-yupa peninggalan Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Huruf yang dipakai adalah Pallawa. Dikatakan bahwa dikerajaan tersebut terdapat seorang raja bernama Kudungga, memiliki anak yang bernama Aswawarman, dan juga memiliki cucu Mulawarman. Menurut para ahli bahasa, Kudungga dipastikan merupakan nama ash Indonesia, sedangkan Aswawarman dan Mulawarman sudah menggunakan bahasa India. Penggantian nama tersebut biasanya ditandai dengan upacara keagamaan.Pengaruh agama Hindu dalam aspek bahasa akhirnya menjadi formal dengan munculnya bahasa Jawa dan Melayu Kuno serta bahasa-bahasa daerah lainnya di Indonesia yang banyak sekahi menyerap bahasa Sansekerta. Beberapa karya sastra Jawa ditulis dalam bahasa Jawa Kuno dengan cara mengonversikan atau menambahkan (menggubah) karya sastra yang dibuat di India. Selain Sansekerta, bahasa Pali, Tamil, dan Urdu atau Hindus
tani (digunakan di Pakistan dan sebagain India) pun memperkaya i kosakata penduduk Indonesia. Namun, pada perkembangannya Sansekertalah bahasa yang paling berpengaruh dan dipakai hingga kini oleh orang Indonesia. Bahasa Sansekerta merupakan bahasa tulisan. Bahasa mi tertulis dalam prasasti, yupa, kitab suci, kitab undang-undang (hukum), karya sastra. Maka dan kata-katanyadapat lebih abadi dan dipertahankan.
Pengaruh tersebut kemudian dilanjutkan dengan proses penyerapan bunyi. Kadang kita tidak menyadari bahwa bahasa yang kita gunakan tersebut merupakan serapan dan bahasa Sansakerta. Perubahan bunyi pada serapan mi terjadi karena logat dan dialek setiap suku-bangsa berbeda. Makna awalnya pun sebagian
telah mengalami perubahan: ada yang meluas dan ada yang menyempit. Namun,

adapula beberapa kata yang maknanya belum bergeser, contohnya:

  1.  tirta berarti air; eka, dwi, tn berarti satu, dua,
  2. tiga; kala berarti waktu atau bisa juga bencana.

                Kala adalah nama seorang batara/dewa dalam pewayangan yang berwujud fisik raksasa. Ia merupakan perwujudan benih Dewa Siwa (Batara Guru) yang keinginannya ditolak oleh istrinya, Dewi
Uma. Dalam kepercayaan Jawa, Batara Kala mi selalu memangsa manusia untuk dimakan dan
untuk menghindari bencana Batara Kala maka orang harus menyediakan sesajen ruwatan (ngruwat)
untuknya.

Berikut mi kata-kata Indonesia serapan dan kata-kata Sans
ekerta:
  1. sayembara, dan silambara
  2. bentara, dan avantara
  3. harta, dan artha
  4.  istimewa, dan astam eva
  5. durhaka, dan drohaka
  6. gembala, dan gopala
  7. karena, dan karana
  8. bahagia, dan bhagya
  9. manusia, dan manusya
  10.  senantiasa, dan nityasa

(Sumber: menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, KBB1)

               Mengenai perkembangan aksara, di Indonesia terdapat beberapa jenis aksara yang merupakan turunan dan aksara Pallawa. Di Jawa ada aksara Kawi, aksara Kawi mi pada perkembangan selanjutnya menurunkan aksara Hanacaraka atau Ajisaka yang digunakan untuk bahasa Jawa, Sunda, dan Bali. Adapula prasasti zaman Mataram di Jawa Tengah bagian selatan yang menggunakan aksara Pranagari yang umurnya lebih tua dan aksara Dewanagari. Sementara itu, di wilayah Sumatera Utara (dengan dialek Toba, Daini, Karo, Mandailing, dan Simalungun) ada aksara Batak, sedangkan di daerah Kerinci, Lampung, Pasemah, Serawai, dan Rejang terdapat aksara Rencong. Sementara itu, di daerah Sulawesi bagian selatan ada aksara Bugis dan Makassar. Dan perkembangan aksara-aksara turunan Pallawa, kita dapat memperkirakan wilayah
mana saja di Indonesia yang pengaruh budaya Indianya lebih kental, yakni Jawa, Sumatera, dan sebagian Sulawesi. Sedangkan daerah-daerah lainnya di Indonesia tak begitu dipengaruhi budaya
India, bahkan ada daerah yang sama sekali tak tersentuh budaya Hindu-Buddhanya. Mengenai aksara Hanacaraka, terdapat sebuah legenda yang berkaitan dengan nama Ajisaka. Ajisaka merupakan cerita rakyat yang berkembang secara lisan, terutama hidup di masyarakat Jawa dan Bali. Tokoh, Ajisaka, berkaitan dengan bangsa Saka dan India barat laut. Sebagian masyarakat Jawa percaya bahwa Ajisaka
dahulu pernah hidup di Jawa dan berasal dan India. Mereka juga percaya bahwa Ajisakalah yang menciptakan aksara Jawa dan kalender Saka.

              4. Seni Arsitektur dan Teknologi
Sebelum unsur-unsur Hindu-Buddha masuk, masyarakat Indones ia telah mengenal teknologi membuat bangunan dan batu pada masa Megalitikum. Mereka telah pandai membangun menhir, sarkofagus, peti (kuburan) kubur, patung sederhana, dan bendan

INFO SEJARAH

               Alkisah, Ajisaka datang dan negeri Atas Angin ke Jawa, yang ketika itu Jawa tengah dikuasai raksas a buas bernama Dewatacengkar. Tiap haniia minta disédiakan seorang pemuda untuk disantap. Ketika semua pemuda telah habis disantap, datanglah Ajisaka bersama dua orang pengiringnya. Setelah mendengar keluhan rakyat, Ajisaka bersedia dijadikan santapan raksasa Dewatacengkar. Sebelum berangkat menemui sang raksasa, Ajisaka menyimpan keris pusakanya di suatu tempat dan menyuruh salah seorang pengikutnya untuk menjaga keris tersebut. Ta berpesan agar tak seorang pun boleh mengambil keris tersebut, kecuali Ajisaka sendiri. Kepada Dewatacengkar,

              Ajisaka bersedia menjadi santapan asal raksasa tersebut mau menghadiahi Ajisaka tanah selebarikat kepala yang dipakainya. Setelah raksasa menyanggupi, Ajisaka melepaskan ikat kepalanya lalu meletakkannya di atas tanah. Tak diduga, ikat kepala itu ternyata melebar dan terus melebar sehingga Dewatacengkar harus menyingkir dan terus mundur ke selatan hingga jatuh ke jurang di pantal selatan Jawa. Raja raksasa itu pun mati, Ajisaka kemudian menjadi raja. Setelah menjadi raja, Ajisaka teringat akan kerisnya, lalu ia mengutus salah seorang pengin ingnya untuk mengambil keris. Setelah sampai di tempat penyimpanan keris, si pen jaga, men olak menyerahkan keris karena telah berjanji bahwa Ajisakalah yang boleh mengambil, bukan pengiringnya. Terjadilah perkelahian antara dua pengiring Ajisaka tersebut hingga keduanya tewas. Mereka mati dalam rangka yang sama: menuruti perintah majikannya. Tragedi itu memb uat Ajisaka bersedih. Untuk memperingati dan mengenang kedua pengiring setianya itu, ia menciptakan 20 buah aksara, yang kini dikenal sebagai hurufJawa, yaitu: ha, na, ca, ra, ka, da, ta, sa, Wa, la, pa, dha, ja, ya, nya, ma, ga, ba, tha, nga. Bila dibaca beruturan maka akan terbentuk k1imat yang artinya: ada utusan (hana caraka), terjadi perselisihan (data sawala), sama sama sakti

Sumber: Indonesian Heritage 10


No comments:

Post a Comment

Labels